Background

Anak Tukang Becak Ini Jadi Wisudawan Terbaik dengan IPK 3,96


 
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pendidikan memang untuk siapa saja, tanpa melihat kelas atau tingkat ekonomi seseorang.

Hal ini terbukti dengan prestasi yang diraih Raeni yang menjadi wisudawan terbaik di Universitas Negeri Semarang (Unnes) yang merupakan putri dari Mugiyono, seorang tukang becak.

Raeni merupakan wisudawan dari Jurusan Pendidikan Akuntansi di Fakultas Ekonomi (FE) Unnes. Mugiyono dengan bangga ikut mengantar langsung Raeni ke lokasi wisuda dengan menggunakan becak. Raeni pun tidak malu, ia malah bangga duduk di becak ayahnya yang telah menghidupinya selama ini.

Seperti dikutip situs resmi Unnes, setiap harinya Mugiyono mengayuh becak dan mangkal tak jauh dari rumahnya di Kelurahan Langenharjo, Kendal. Pekerjaan itu dilakoni Mugiyono setelah ia berhenti sebagai karyawan di pabrik kayu lapis.

Sebagai tukang becak, diakuinya, penghasilannya tak menentu. Sekira Rp 10-50 ribu. Karena itu, ia juga bekerja sebagai penjaga malam sebuah sekolah dengan gaji Rp 450 ribu per bulan. Meski dari keluarga kurang mampu, Raeni berkali-kali membuktikan keunggulan dan prestasinya.

Penerima beasiswa Bidikmisi ini beberapa kali memperoleh nilai sempurna, dengan indeks prestasi 4. Prestasi itu dipertahankan hingga ia lulus sehingga ia ditetapkan sebagai wisudawan terbaik dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) 3,96.

“Selepas lulus sarjana, saya ingin melanjutkan kuliah lagi. Inginnya melanjutkan (kuliah) ke Inggris. Ya, kalau ada beasiswa lagi,” kata gadis yang bercita-cita menjadi guru tersebut.

Tentu saja cita-cita itu didukung penuh ayahnya. Ia mendukung putri bungsunya itu untuk berkuliah agar bisa menjadi guru sesuai dengan cita-citanya. “Sebagai orang tua hanya bisa mendukung. Saya rela mengajukan pensiun dini dari perusahaan kayu lapis agar mendapatkan pesangon,” kata pria yang mulai menggenjot becak sejak 2010 itu.

Rektor Unnes, Prof Dr Fathur Rokhman MHum mengatakan apa yang dilakukan Raeni membuktikan tidak ada halangan bagi anak dari keluarga kurang mampu untuk bisa berkuliah dan berprestasi. Meski berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang, Raeni tetap bersemangat dan mampu menunjukkan prestasinya.

Sampai saat ini Unnes menyediakan 26 persen dari jumlah kursi yang dimilikinya untuk mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Ia bahkan yakin, dalam waktu tak lama lagi akan terjadi kebangkitan kaum dhuafa. Anak-anak dari keluarga miskin akan segera tampil menjadi kaum terpelajar baru.

"Mereka akan tampil sebagai eksekutif, intelektual, pengusaha, bahkan pemimpin republik ini,” katanya. Harapan itu terasa realistis karena jumlah penerima Bidikmisi lebih dari 50.000 per tahun. Unnes sendiri menyalurkan setidaknya 1.850 Bidikmisi setiap tahun.

Categories: Share

Leave a Reply